Berantas Korupsi dengan Syari'ah dan Khilafah

Rabu, 16 Desember 2009

Artikel ini aku ambil dari selebaran yang dibagikan oleh teman-teman mahasiswa yang melakukan aksi damai di depan gerbang Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin bertepatan dengan Hari Anti Korupsi sedunia.

Diantara sekian banyak permasalahan yang melanda negeri ini, kasus korupsi termasuk yang sangat memilukan. Diibaratkan dengan sebuah penyakit, korupsi di negeri mayoritas muslim ini sudah sangat kronis. Oleh sebab itu berbagai langkah telah dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah dan memberantas epidemi korupsi, diantaranya dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Langkah pemerintah untuk memberantas korupsi ternyata tidak mengurangi kasus korupsi dan perilaku korup para pejabat pun masih terus merajalela. Data KPK menunjukkan bahwa kasus korupsi justru meningkat. Dari tahun 2004 hingga 2008 ada 211 kasus korupsi yang diselidiki, 107 perkara pengadilan, 75 penuntutan, 59 perkara telah berkekuatan hukum dan 53 perkara telah dieksekusi. Korupsi pun tidak lagi terbatas pada jajaran eksekutif, tetapi juga mewabah sampai ke jajaran legislatif dan yudikatif.

Data KPK sejak Januari 2008 – Agustus 2009 menyebutkan praktik korupsi didominasi oleh modus suap. Menurut data ICW (Indonesia Coruption Watch), dari 95 kasus, ada 34 kasus (35,79%) modusnya suap; menyususul mark up 19 kasus (20%), penggelapan atau pungutan 18 kasus (18,95%), penyalah gunaan anggaran 15 kasus (15,79%), penunjukkan langsung 8 kasus (8,42%), dan 1 kasus pemerasan. “Modus korupsi terbanyak yang diungkap KPK adalah suap.

Praktik suap ini juga bahkan telah melahirkan mafia hukum atau makelar kasus (markus) dalam penegakkan hukum di negeri ini. Para pemilik modal dan penguasa yang terjerat hukum di negeri ini. Para pemilik modal dan pengusaha yang terjerat hukum bisa membeli hukum dan merekapun bebas dari hukuman. Sementara dengan rakyat biasa yang ketahuan mencuri sebuah semangka atau seekor ayam yang akan menerima perlakuan hukum yang berbeda. Bandingkan juga bagaimana dengan anggota legislatif yang menjual (baca: membuat) UU untuk kepentingan para kapitalis asing dan domestik dengan imbalan amplop-amplop.

Praktik korupsi juga perilaku pejabat yang korup di negeri kita tercinta tidak bisa diatasi hanya dengan membentuk sebuah lembaga pemberantas korupsi, karena nyatanya lembaga ini bisa saja digunakan untuk menjaga kepentingan politik penguasa yang berkuasa. Perilaku pejabat-penguasa yang korup pun tidak cukup hanya dicegah dengan hukuman penjara dan sanksi materi, karena faktanya hukuman yang ada justru dijadikan permainan, penjaranya berfasilitas “Wah”, dan status pelakunya pun berbeda dengan yang sekedar maling ayam, sehingga para koruptor tidak takut dan tidak jera dengan hukuman-hukuman tersebut.

Skandal Century adalah bukti ke sekian kali dengan amanahnya para pejabat negeri ini, ditambah lagi mereka yang berjiwa korup. Sakndal ini juga menjadi mementum pembuktian, bahwa sistem sekuler dan rezim korup yang tengah berkuasa memang tidak bisa dipercaya. Sebagai gantinya, harus tegak sistem Islam dengan penguasa yang amanah, karena hanya dengan cara cara itu saja Indonesia akan benar-benar bersih dari rezim dan sistem yang korup. Itulah sistem Islam yang diterapkan secara kaffah oleh seorang khaliffah.

Oleh sebab itu, sistem bobrok yang ada harus sudah ditumbangkan, dan menggantiya dengan Sistem Islam. Mari saatnya kita perjuangkan ke arah penerapan syari'ah Islam kaffah dan penegakkan Khliffah.

(AMBH Masjid Kampus Unlam, FSI Al-Forqun FKIP Unlam, KSI Al-Mizan FH Unlam, FSQ FE Unlam, dan Gema Pembebasan Komsat Unlam Banjarmasin)

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Iklan

Info Link

 
Copyright © Kelas Ekonomi